Senin, 19 April 2010

AMARAH

memaki pada batu dungu.
bentur dinding menggema cakar diri.
apa bodohmu telah bersarang di otakku.
atau otakku telah meninggalkanku.
Garang gemuruh tahan gejolak murka

ahkkk…
bising…
diamlah walau sejenak.
hentikan sumbang nada itu
tak ada merdu
bahkan seperti teriakan gagak gagu

ahkkk…
gaduh…
bunyi terompet maut terus menggaung perang
di lereng kerangka kepala penat.
Berisik lolong gonggong
liur sringaimu bau

umpatku tak bergeming
menguasai getar tegar tubuh
kucingcang dengan pedang bisu
tak juga kau tau dari siratku

ocehmu rancu.
menantang untuk berseteru
tak mundur setapak langkahku
biarkan terbunuh dengan tajam mata panah
aku akan tetap berdiri tahan terjang.
jangan harap ada luka
kau yang kan tersayat
pedih itu tak akan terlupa.

tatap wajahku
ku rajam dengan serapah
sumpah sarat hina
ku hujam tepat pada nganga gerammu
jangan harap aku mundur walau selangkah



elang jingga wandinata

RORO NINGRUM II (sang penari)

roro ningrum
kembang sepi pentas malam
lentik jari ujung selendang
gemulai gerak bidadari khayangan
merasuk getar gemulai sang penari

lena pesona mengagumi
pancar takjub pandang bertumpuh
riuh decak belalak lembut
sang gadis terus bermain gerak
lenggak lenggok berirama sepi

pentas malam
berterang obor sabut kelapa
jiwa-jiwa terbang melayang
di iring gending nada berlahan
ikuti alun hanyut memanggil
lewati waktu lupakan fajar

roro ningrum kembang malam
sang penariku
tatapmu setengah terpejam
lupa akan luka yang menoreh
tinggalkan persemayaman dinginnya duka
letih penat mengabur di sejenak

penari sepiku
senyum pias tampakkan tangismu
lara bersarang di hentak langkah gamangmu
luapkan senyap yang menggenang sepimu
nikmati damai saat di liuk mengalir
di tubuh gemulai pedar gelap sejuk menebar

gadis di remang-remang api
tari itu
dipentas sepi dadari malam
wajah hampa terbias tawa
tertutupi lenggok gerak liukmu

roro ningrum
pedihmu kurasakan
berkedok sempurna di balik riasmu
aku tau,,
aku rasakan kecewamu
kau ingin di hibur, bukan menghibur
irama di gerakmu tak tersuguh untuk siapapun
tapi suara itu yang mengajakmu
gending bertaut merasuk jiwamu
menyeret untuk taklukan malam

roro ningrum
sang penari
ratu panggung pentas malam
berduka sesaat nada terhenti
hampa kosong lagi
kecewa mengabari sepimu kembali

roro ningrum sang penari
kecewa sepi
hampa kosong lagi
izinkan aku untuk menghapus tangis sepi



elang jingga wandinata

untuk roro ningrum sang penari kembang malam lara sepi

AWAL BARU

ingin ku awali tulisan ini dengan suka
lupakan duka yang lalu
tinggalkan nestapa yang dulu
merangkai kembali dengan tinta emas yang lama tersimpan

di awal tulisanku yang baru
bukan untuk buang tulisan lama
namun sebagai berkas saatku lupa

ini fajarku
senjaku lama lagi
gunung-gunung menantang masih berkacak pinggang
mengaharap peratarungan terakhir kan di menangkan

pandang depan dengan gagah
songsong terik jadikan sahabat
merendah hari untuk esok hari
padamkan gelap di tiaupan nafas tersisa

jangan menyerah
walau detik kan berhenti
atau detak akan pergi
semua itu hanya ketakutan tak berarti

roda bumi tak akan mengajak kembali
sesal hanya pelajaran yang harus di mengerti
bukan di tangisi hingga letih
lalu terkubur di dalam sepi

yang lalu guru terbaik
yang depan kita jadi guru
mengajarkan pada langkah salah jangan tertiru
bimbing jalan lebih berpadu.
demi gempita datang bersorak sorai



elang jingga wandinata